Senin, 23 Februari 2015

Hanya Merindukanmu.....Itu Saja



                Setiap harinya ketika mentari itu muncul, aku akan kembali termenung di tempat ini bersama beribu kenangan yang terbawa angin menerpa tubuhku. Kemudian aku akan tersenyum menikmati waktu – waktu lalu yang aku rindukan. Dan berlari mengejar itu semua, mengikuti kemana kaki ini melangkah, yang akan berhenti di ujung jalan bersama semua ketidakpastian itu. Pada akhirnya aku hanyalah salah satu dari beribu jiwa yang hidup di bumi ini. Yang belum bisa melangkah pasti hingga akhir. Pada akhirnya aku hanyalah manusia yang memilih untuk melangkah mundur, karena kerasnya terpaan badai saat itu.
                Dalam tahun – tahun itu, di atas batu kerikil yang tajam aku membangun kepercayaan diri ini. Hingga aku sadar, hal itu melukai ku secara perlahan. Ratusan kali aku mencoba hal yang sama, ratusan kali aku berhenti di tempat yang berbeda, ratusan kali pula aku bertemu dengan jiwa – jiwa baru. Semuanya bersama – sama dengan ku. Hingga aku tersadar, sesungguhnya aku belum beranjak dari tempat itu. Sepasang merpati yang sedang berbagi cerita mengingatkan ku akan aku yang dulu. Dan semua cerita tentang mu, hal yang paling aku rindu. Ya, semua kisah tentang mu yang menjadi cita cinta pertamaku.
                Semula bukan aku, dan juga bukan kamu. Kita adalah anda, dan kita adalah saya. Kemudian kita bermain – main dengan waktu. Usia belia, dimana kita mencoba keluar dari kebiasaan lama yang jenuh. Kemudian kita bermimpi terbang ke angkasa bergandeng tangan dengan sayap yang kita punya. Dengan pasti kamu membawaku melihat semua dari jauh, dan memberiku kehangatan saat itu. Lalu kita bernyanyi diiringi melodi surga yang turun terkhusus untuk bunga cinta yang sedang mekar. Kamu memamerkan keindahan senyummu sebagai karya agung sang pencipta yang menemaniku saat ini.
                Waktu terlalu cepat berotasi, hingga kita menjadi kumbang dan bunga pagi. Namun, di waktu itu aku melihat senyum itu perlahan pudar. Seakan kita sedang menanti musim gugur dalam alam yang bersenandung pedih. Aku terlalu takut untuk meraihmu kembali, aku hanya punya satu sayap disaat kau butuh untuk terbang lagi. Aku tak mampu membawamu seperti halnya kamu menggandengku ke atas sana. Semakin lama, semakin redup. Hingga aku tak lagi melihat mu bercahaya seperti halnya kamu yang menjadi bintang di langit malam ku. Saat dimana aku harus membawa karya surga itu kembali. Aku mencari dan terus mencari, hingga aku tahu kamu ingin sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehku.
                Aku terlalu dingin untuk menghangatkan mu, dan terlalu bodoh untuk berdalih saat itu. Hingga aku tak tahu apa yang kita lalui bersama menjadi satu petunjuk untuk mu yang kini mulai memahami isi hatimu. Mungkin tidak dengan ku yang terlalu lamban untuk itu. Hingga akhirnya aku berlari jauh dan meninggalkan jejak tersirat di hatimu. Selama itu aku diam di persimpangan yang kelam. Kamu tak lagi mencariku, tak lagi membawaku terbang seperti dulu, aku tahu sayapmu tak mampu terbang tanpa yang lainnya. Hingga kamu pergi dan menutup goresan itu dengan cinta sang kupu – kupu pelangi di siang hari.
                Sejak itu, kamu tak lagi menjadi bintang, kamu sudah jatuh menimpa bola dunia yang berputar ini, terbakar atmosfir dan habis diperjalanan mu yang hampa. Seperti halnya aku yang kini menjadi semak duri dalam pahitnya kata yang aku bawa sendiri, dengan angin yang selalu membawa kenangan ini. Berita dari jauh yang membuatku terus bertahan, walau aku hanya sekedar tahu, karya surga itu masih tetap bersinar. Bukan lagi dalam langit malam dan bunga pagi, seperti saat bertemankan cerita lama dari dalam hatiku yang masih menunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar